Kamis, 26 September 2019

☆ Adakah keadilan ? ☆






Oleh : Yesaya g.

Kehidupan ini yang terus ku alami
Papua penuh dengan isue, tidak mendidik.
Mengiring isi setiap bumi, menguling setiap petinggi.

Lihat sajalah apa yang beredar di layar kaca,
Gumuran darah meredar menimbulkan duka lara.
Saksikanlah tanpa kedip
Betapa sadisnya hidup
Di tengah tegah asap yang gelap
Di tengah tengah api yang bernyala nyala,
Bahkan, Di kampus kampus yang ada

Ku berlari lari..

Meminta keadilan di tegakan di muka bumi
Meminta demokrasi  hadir hari ini
Tanpa kompromi logis
Senjata berkuasa jaya
Hoax beredar tak mendidik
Para Aktivist di culik,  petinggi di ancam.

Ku bertanya..
seketika peluru menembus kulit
Alat negara di gunakan seakan binatang,
Keamanan pun berkelebiahan.
Dan aku pun di salahkan

Apakah tuhan adil kah ?

Semoga dunia ini melek
Memandang hidup ini
Yang diporak-porandakan
Kemanusiaan yang terluka
Dan lagi berduka

Bilur nanah yang meleleh
Di tenggah tenggah tetesan air mata
Cacian yang tak beradab
Pelaku rasis yang belum di usut tuntas
Bunyi peluru sini sana
Peluru yang menembus kulit
Nyawa ku,"papua" hanya seharga permen
Papua darurat kemanusiaan.

#jalanmenagis

Label:

Selasa, 24 September 2019

PENGUASA INDONESIA DAN TNI-POLRI BERJIWA DAN BERWATAK RASIS TERHADAP RAKYAT DAN BANGSA WEST PAPUA



Oleh Gembala Dr. Socratez S. Yoman

Penguasa Indonesia dan aparat keamanan TNI-Polri berwatak dan  berjiwa rasis dan fasis. Ia pemilik dan penyebar hoax. Ia juga pelaku tindakan anarkis,  pencipta konflik dan menggunakan konflik itu  untuk membantai dan memusnahkan rakyat dan bangsa West Papua dengan watak kriminalnya. Ia mengintimasi dan menteror rakyat dan bangsa West Papua.

Aparat TNI-Polri membentuk Masyarakat Nusantara/Merah Putih dan Milisi di West Papua. Kelompok ini dipelihara, dilindungi dan diberikan doktrin-doktrin rasis, fasis dan kebencian. Kelompok ini melakukan penyerangan, pembunuhan, penikaman terhadap rakyat West Papua dengan merdeka dan bebas di depan mata, hidung TNI-Polri yang bersenjata lengkap sebagai pelindung, pemelihara dan pengayom kelompok kriminal bentukan TNI-Polri.

Kelompok bentukan TNI-Polri ini dengan jelas-jelas dan terang-terangan di siang bolong, membacok, menikam dan  membunuh rakyat dan bangsa West Papua tetapi pelakunya tidak ditangkap, penjahat dan kriminal ini dilindungi.

Sebaliknya para pejuang keadilan, perdamaian, hak hidup dan kesamaan derajat dan demo damai yang melawan RASISME Indonesia ditangkap,disiksa, dipenjarakan dan ditembak mati. Nilai Pancasila semu dan hampa tanpa roh  yang dimiliki dan dibanggakan para penguasa, TNI-Polri rasis. Tidak ada keadilan. Tidak ada kemanusiaan. TUHAN Allah juga dilawan oleh penguasa dan TNI-Polri yang rasis ini. Karena, Sila Ke-TUHAN-an yang Maha Esa tidak ada dalam hati para penguasa dan TNI-Polri yang rasis.

1. Demonstrasi Damai pada 19 Agustus 2019 menentang RASISME.

Demonstrasi damai pada 29-31 Agustus 2019 menentang rasisme.

Demo Damai mahasiswa eksodus  pada 23 September 2019 di Jayapura menentang rasisme.

Demo Damai siswa SMP dan SMU pada 23 September 2019 di Wamena menetang Rasisme.

Rasisme telah menjadi musuh UTAMA  dan musuh bersama rakyat Papua, Indonesia dan komunitas Internasional.

Karena itu, penguasa Indonesia dan aparat TNI-Polri yang berwatak dan berjiwa Rasis HARUS dilawan, walaupun sementara ini mereka memegang senjata.

Senjata Penguasa dan TNI-Polri telah dan akan berhasil membunuh tubuh rakyat dan bangsa Papua, tapi TIDAK pernah membunuh roh ideologi dan nasionalisme dan Harapan rakyat dan bangsa West Papua.

Pertanyaan kita bersama:

1. Apakah kita harus dengar dan tunduk pada penguasa dan TNI-Polri yang rasis, pembuat/penyebar hoax, pelaku anarkis dan kriminal ini?

2. Apakah rakyat dan bangsa West Papua sebagai pemilik  dan ahli waris Tanah dan Negeri Melanesia ini harus tunduk, takut dan hormat kepada penguasa dan TNI-Polri yang berwatak rasis dan kriminal ini?

3. Apakah kita sebagai manusia harus menerima nasib atas perilaku penguasa Indonesia dan TNI-Polri yang berjiwa rasis yang membunuh rakyat kami sebagai hewan dan binatang selama ini?

Jawaban dari tiga pertanyaan mendasar ini ialah TIDAK......TIDAK.....TIDAK....dan TIDAK.  Karena,

1. Ini Tanah leluhur kami. Kami masih hidup. Kami masih ada. Kami ada berdiri bersama roh leluhur kami. Kami berdiri bersama TUHAN kami. Kami berdiri dengan kekuatan darah, air mata, tulang-belulang dan penderitaan rakyat dan bangsa kami. Baik dan tidak baik waktunya kami tetap berdiri di sini. Musim kelaparan atau musim kelimpahan, kami tetap mencintai dan mengasihi dan menghormati Tanah Leluhur kami. Kami selamanya tetap di sini. Tidak ada yang harus kita takuti dan bergetar kepada mereka. Penjahat dan pembunun tidak perlu ditakuti.

Yang perlu ditakuti, dihormati dan didengar ialah orang benar dan jujur dan juga orang yang menghargai martabat manusia dan mencintai kedamaian. Tuhan Yesus menyampaikan kepada kita semua: "Berbahagialah orang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Matius 5:9).

2.  KAMI SUDAH SEKOLAH. Artinya, Kami sudah sadar, kami mengerti dan kami tahu bahwa penguasa Indonesia dan TNI-Polri berwatak rasis dan fasis yang menduduki, menjajah, menindas, melumpuhkan, menghancurkan dan memusnahkan kami dengan proses distorsi sejarah penggabungan bangsa West Papua ke dalam wilayah Indonesia.

3. Kami tidak sendirian. Kami mempunyai kawan, teman, sahabat dalam semangat solidaritas dari Indonesia dan seluruh dunia. Karena dunia membenci penguasa rasisme. Sekarang komunitas internasional membenci dan menentang penguasa Indonesia dan TNI-Polri yang berwatak rasis yang menduduki dan menjajah dan membunuh umat manusia. Kejahatan penguasa dan TNI-Polri berjalan TELANJANG di siang bolong dan tidak ada yang tersembunyi.

Pertanyaan kepada penguasa dan aparat TNI-Polri yang berwatak, berwajah/bermuka, berhati, berpikiran rasis.

1. Mengapa aparat TNI-Polri tidak menangkap para pelaku kejahatan dan pembunuhan  terhadap orang asli Papua yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Nusantara/Kelompok Merah Putih dan Barisan Merah Putih?

2. Mengapa aparat keamanan TNI-Polri sibuk-sibuk mengejar, menangkap, mengkriminalisasi dan memenjarakan pemimpin dan pejuang keadilan,   perdamaian,  para mahasiswa dan rakyat Papua yang menentang rasisme?

Dari dua pertanyaan ini menggambarkan, meng-AMIN-kan, menyetujui bahwa penguasa Indonesia dan TNI-Polri sebagai pemilik dan pemelihara RASISME di Indonesia dan lebih khusus dalam pendudukan dan penjajahan terhadap rakyat dan bangsa West Papua.

Doa dan harapan penulis, supaya para pembaca dapat mengenal siapa itu sebenarnya dan sesungguhnya penguasa Indonesia dan TNI-Polri.

--------
Penulis: Presiden Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.

Ita Wakhu Purom, Rabu, 25 September 2019.

Senin, 23 September 2019

AKAR PERSOALAN PAPUA: RASISME, KAPITALISME, KOLONIALISME, MILITERISME, PELANGGARAN BERAT HAM DAN SEJARAH PEPERA 1969.




Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan

Pada artikel ini, penulis berusaha menulis dengan judul artikel: Akar Persoalan Papua: Rasialisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969.  Ini semua sebagai akar masalah yang sebenarnya yang membelenggu, melumpuhkan,  menghancurkan dan juga terjadi proses pemusnahan etnis  rakyat dan bangsa West Papua secara sistematis, terpogram, terstruktur digalakkan oleh penjajah Indonesia dengan berlindung dibalik jargon "NKRI" harga mati dan kedaulatan Negara.

2.   Apakah benar Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969  adalah AKAR MASALAH West Papua?

Para pembaca yang mulia dan terhormat, ikuti ulasan-ulasan berikut, tapi penulis tidak akan membahas dua topik, yaitu Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969.

2.1. Rasisme

RASISME ialah musuh utama dunia. Rasisme ialah musuh semua umat manusia apapun latar belakang dan status sosialnya. Perbuatan rasisme yang merendahkan martabat manusia adalah melawan Hukum TUHAN dan melawan TUHAN. Ujaran rasisme adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Ujaran rasisme membangkitkan kemarahan seluruh umat manusia di planet ini. Karena semua umat manusia yang beragama dan beriman berkeyakinan  bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah. Seperti dalam pendahuluan Kitab Suci, undang-undang orang Kristen.

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita..."(Kejadian 1:26).

Lebih lanjut TUHAN Allah berfirman:

"Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. ...Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawahnya kepada manusia itu."(Kejadian 2:18,21-22).

Dari kedaulatan dan perspektif TUHAN Allah sudah jelas dan sempurna. Kita semua adalah dijadikan oleh TUHAN Allah sesuai gambar dan rupa-Nya.

Karena keyakinan iman kita  bahwa nilai kemanusiaan lebih tinggi dalam perspektif Allah  maka tindakan rasisme dan kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, Jogyakarta dan Semarang pada 15-17 Aguatus 2019 yang dilakukan oleh organisasi massa radikal seperti: Front Pembela Islam (FPI), Pemuda Pancasila (PP), Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI (FKPPI) dan didukung oleh aparat keamanan setempat telah memicu kemarahan rakyat dan bangsa West Papua dengan kelompok solidaritas dengan demonstrasi damai di Tanah Papua, kota-kota studi di luar Papua hingga beberapa kota di Luar Negeri, di kawasan Pasifik, Asia Tenggara, Eropa, Afrika dan Amerika Serikat.

2.1.1. Perlakuan rasisme terhadap pemain Persipura di luar Papua terjadi di depan Negara dan aparat keamanan, tapi Negara dan aparat keamanan TNI-Polri selalu diam seribu bahasa.

2.1.2. Rasisme terhadap Natalius Pigai: Foto Natalis Pigai digandengkan dan disejajarkan dengan foto Monyet yang sudah viral tapi Negara dan aparat TNI-Polri membisu 1000 bahasa.

2.1.3. Ujaran rasisme terhadap "pahlawan nasional" katanya menurut  Indonesia: Frans Kaisepo dalam mata uangnya  Indonesia Rp 10.000.

Nurazisah Asril dalam akunnya: "Saya tidak setuju dengan gambar uang baru yang mukanya menyerupai monyet.!!! Bukannya memasang wajah pahlawan malah memasang wajah seperti itu."

Ujaran rasisme yang dilandasi kebencian ini yang sudah menjadi viral, tetapi para penguasa dan aparat keamanan membiarkannya dengan diam dan membisu.

2.1.4.  Negara dan aparat keamanan membiarkan pelaku kriminal dan pembunuh orang asli dari Kelompok Warga Nusantara/Milisi Merah Putih di Jayapura pada 29-30 Agustus yang menewaskan Evert Mofu, Marcellino Samon, Maikel Kareth dan banyak luka-luka serius.

2.1.5. Aparat TNI-Polri juga menembak mati 7 orang dan 1 orang luka berat di Deiyai pada 28 Agustus 2019: Nama-nama korban: Yustinus Takimai (17), Aminadab Kotouki (24), Hans Ukago (25), Marinus Ikomou (35), Alpius Pigai (29), Ev. Derison Adii (24), Pilemon Waine (19) dan Yemi Douw (23/luka tembakan).

Tindakan dan perilaku rasisme Negara dan aparat TNI-Polri terbuka dan telanjang. Perlakuan kriminal dari TNI-Polri dan Barisan Nunsansara/Milisi Merah Putih dibiarkan. Sebaliknya, para pemrotes rasisme dan pemimpin pejuang keadilan, perdamaian, kesamaan derajat dan martabat manusia dikejar, ditangkap, dipenjarakan dan dikriminalisasi. Kejahatan Negara dan aparat keamanan TNI-Polri berjalan telanjang di siang bolong.

2.1.6. Demo melawan Rasisme di Wamena dan Jayapura 23 September 2019. Dalam menyikapi demo damai melawan Rasisme ini disikapi dengan sikap aparat keamanan yang rasis dan represif. Watak dan perilaku rasisme aparat TNI-Polri/Brimob terlihat pada hari ini. Beberapa siswa SMP dan SMA dan mahasiswa ditembak mati dan yang lain luka-luka. Selain ditembak mati aparat keamanan dengan watak rasisme menjemur mahasiswa di depan matahari dengan mata menghadap matahari. Perbuatan sangat tidak manusiawi, biadab, kejam dan kental dengan kebencian dilatarbelakangi dengan ras Melayu  yang lebih manusiawi dengan ras  Melanesia yang sama dengan monyet, anjing, babi dan kera. Karena itu ditembak mati tidak masalah, dijemur di matahari tidak salah dan direndahkan martabat tidak berdosa karena ras Papua bukan manusia.

2.2. Kapitalisme

Rakyat dan bangsa West Papua tidak saja menjadi korban rasisme sebagai akar persoalan, tetapi juga menjadi korban kepentingan kapitalisme global/internasional.

Greg Paulgrain dalam bukunya Bayang-Bayang Intervensi Perang Siasat John F.Kenney dan Allen Dulles atas Sukarno (2017) menulis sebagai berikut.

2.2.1. Dag Hammarskjold, Sekretaris Jenderal PBB di 1961 dibunuh dalam perjalanan di Kongo pada 17/18 September 1961 hanya karena kepentingan ekonomi, tambang emas di Papua, Allan Dulles, Kepala CIA Amerika terlibat dalam kematian Hammarksjold.

2.2.2. John F. Kennedy ditembak  mati hanya karena perdebatan/perebutan emas di West Papua, tentu ada alasan dan kepentingan lain.

2.2.3. Presiden pertama, founder father, Ir. Sukarno kehilangan kursi kepresiden dengan isu bahaya Komunisme karena kepentingan Kapitalisme global, terutama emas di West Papua.

2.2.4. Jonathan Rumbiak yang lebih populer John Rumbiak sebagai pelopor, pejuang dan perintis Hak Asasi Manusia di West Papua  dilumpuhkan karena konspirasi kepentingan Kapitalisme global, terutama emas di West Papua.

2.2.5. Para pejuang dan pahlawan keadilan dan perdamaian rakyat dan West Papua dari Arnold Clemens Ap dan kawan-kawan sampai peristiwa penembakan dan pembunuhan rakyat Papua pada bulan Agustus 2019 HANYA kepentingan Kapatalisme/ekonomi atau emas di West Papua.

Penguasa dan aparat keamanan TNI-Polri berpandangan bahwa monyet-monyet  HARUS dibasmi dengan berbagai cara yang wajar dan tidak karena menghalangi kebebasan mereka untuk merampok, mencuri dan menjarah emas di perut bumi West Papua.

3. Kolonialisme

Sudah jelas dan pasti bahwa pendudukan dan penjajahan Indonesia di West Papua ialah kepentingan ekonomi, politik dan keamanan.

Herman Wayoi, pelaku dan saksi sejarah dan juga orang West Papua terpelajar tahun 1960an mengabadikan dengan tepat:

"Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, dan menggantinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah ini. Rakyat Papua yang terbunuh dalam operasi-operasi militer di daerah-daerah terpencil atau pelosok pedalaman dilakukan tanpa prosedur dan pandang bulu apakah orang dewasa atau anak-anak. Memang ironis, ketidakberpihakan hukum yang adil menyebabkan nilai orang Papua dimata aparat keamanan Pemerintah Indonesia tidak lebih dari binatang buruan" (Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Yoman, 2007, hal. 143).

Nilai orang Papua dimata pemerimtah dan aparat keamanan Indonesia tidak lebih dari binatang buruan dilatari dan didukung dengan pandangan dan keyakinan rasisme terhadap orang-orang asli Papua. Penguasa dan aparat keamanan TNI-Polri menilai rendah orang Papua sebagai ras yang paling rendah di bumi ini, maka harus dimusnahkan dengan moncong senjata.

Dengan semangat dan keyakinan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia yang sudah mengakar seperti itu: Rakyat Papua diberikan stigma dan mitos seenak nya, semaunya dan sesukanya selama ini. Contoh: Mitos primitif, terbelakang, terbodoh, tertinggal, belum maju, belum bisa, GPK, GPL, OPM, Separatis, Makar, KKSB dan monyet, kera dan bermacam-macam ujaran kebencian yang dimunculkan selama ini.

Bukti kekejaman dan brutalnya Indonesia dan aparat keamanan terlihat juga dalam proses pelaksanaan Pepera 1969.  Kekejaman Indonesia itu dilatari merasa superior dan juga manusia dan menanggap orang Papua manusia kelas dua setara dengan monyet dan kera. Pandangan dan keyakinan rasisme Indonesia sudah terlihat dalam pelaksanaan Pepera 1969 penuh rekayasa dan konspirasi kejahatan kemanusiaan ini.

4. Militerisme

Amiruddin al Rahab dalam bukunya Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme memberikan kesimpulan dengan sempurna:

"ABRI: Wajah Indonesia di Papua (hal.41) ...Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan tulang punggungnya pemerintahan militer (hal.42)..."ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI" (hal. 43). "...Freeport adalah militer" (hal. 46) dan "....Transmigrasi adalah militer" (hal.46).

Tidak rahasia umum, " Transmigrasi yang didalamnya juga masuk keluarga ABRI dan para pensiunan ABRI kian membuat orang takut sekaligus merasa tanahnya dirampas. Para purnawirawan ABRI yang ikut dalam pemukiman transmigrasi sekaligus menjadi intel Kodam 17 Cenderawasih dalam mengawasi daerah itu." (Yoman, 2007, hal. 418).

Operasi militer Indonesia di West Papua itu terbukti dengan didatangkannya ribuan anggota TNI dan Brimob ke West Papua pada bulan Agustus-September 2019 untuk menekan rakyat dan bangsa West Papua tidak menentang  RASISME sebagai akar persoalan bangsa West Papua yang disembunyikan selama ini.

Negara dan aparat keamanan Indonesia bekerja sekuat tenaga untuk pengalihan dan pembolokkan akar persoalan, yaitu RASiSME, salah satu contoh:  Negara melalui BIN membawa 61 orang Papua  ke Jakarta pertemuan dengan Presiden Ir. Joko Widodo di Jakarta dengan tuntutan yang tidak ada relevansi dan keadaan yang dihadapi dan dialami rakyat Papua.

5. Kesimpulan

5.1. Rasisme adalah musuh Allah. Rasisme sebagai musuh seluruh umat manusia. Rasisme ialah kejahatan kemanusiaan. Rasisme ialah musuh orang Muslim, musuh orang Hindu, musuh orang Budha, musuh orang Konghucu, musuh kaum Atheis, musuh orang Kristen. RASISME ialah musuh kita bersama sebagai umat manusia. Mari kita sama-sama lawan dan brantas RASISME.

5.2. Akar Persoalan rakyat dan bangsa West Papua selama 57 tahun sejak 1961 ialah RASISME bukan Separatisme. Pemerintah dengan aparat keamanan  selama ini dengan sekuat tenaga dengan berbagai siasat menyembunyikan RASISME dengan stigma  separatis, makar dan OPM. Persoalan RASISME selalu ditutupi dengan persoalam politik, yaitu NKRI harga mati. Yang jelas dan pasti: Akar permasalah konflik di West Papua yang paling utama ialah RASISME.

Doa dan harapan saya, artikel ini menjadi berkat dan sedikit memberikan pencerahan.

Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.

Ita Wakhu Purom, 23 September 2019.

Label:

Sabtu, 21 September 2019

Perempuan pemimpin




Seperti mereka yang ada di setiap lema
Aku juga ada di samping itu,
Memperjuangkan sebagai hak ku,
Di situlah ku tahu apa arti hidup, apalagi arti surga

Memperjuangkan apa arti perjuagan
Tetap tersenyum di kala haus, lapar, apa lagi di siksa, karena  itulah hidup si kaum yang di angap moyet.

Gadis yang di jadikan tradisi
Gadis tidak manusiawi
Inilah hari,
Kami memimpin bangsa ini
Keluar dari rantai budak ini
Apa arti hidup ini,

Jika perempuan di anggap lemah.
Perempuan pula saatnya memimpin
Keluar dari patriarki, kesetaraan akan terwujud.

#saatnyaperempuanmemimpin.

                    ☆by. Muno☆




Label:

Aparat Membongkar "Posko" , menangkap Aktivist Mahasiswa





SUARA MAMBRUK -  Di Timika polisi Memanaskan suasana pembubaran dan penangkapan sewenang-wenang telah dilakukan oleh Polres Mimika pada tanggal 19 September 2019. Polres Mimika menangkap aktivis mahasiswa sebanyak 24 orang.
“Di Polres timika, polisi menahan 3 perempuan. Sementara jumlah 21 laki -laki semua ditahan di Polsek Mimika Baru. Termasuk satu staf Lemasa (Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme) ,”
katanya kepada, suara Mambruk -melalui sambungan selulernya, Jumat (20/9/2019).
Dan mereka ditahan itu ditangkap pada kegiatan bakar batu oleh mahasiswa dan pelajar yang sudah pulang exsodus ke tanah Papua.
“Bakar batu itu sebagai pemberitahuan kepada orang tua bahwa kita sudah pulang ke Tanah Papua,” katanya.
Dan acara itu dibubarkan paksa oleh TNI/Polri. Bahkan ada yang dipukul sampai sampai kepalanya Pecah, dan tangan kanannya mengalami cedera.
“Dalam insiden ini aparat sempat mengeluarkan tembakan namun tidak ada korban jiwa,” katanya.

Deserius Adii menyebutkan nama-nama mereka yang ditahan di Polres Mimika.

Tiga orang perempuan bernama Stella Tebai, Ross Koga dan Noviska Kogaa.

Sedangkan 21 laki-laki orang ditahan di Polsek Mimika Baru adalah Ronal Tebay , Andi Waine, Mathias Walela, Antinius Erdi Wenda (tangan kiri panah dan dahi luka robek), Samuel Yobe, Herman Magal, Bertho Yobee, Ardi Murib, Dendy Poyokwa, Ishak Kadepa, Yesaya Gobay, Nando Edowai, Hosea Pigome, Ongenjep Kogaa, Hengki Yikim, Oskar Kamawoko, Dinus Kiwak, Jhoni Jangkup, Paskalis Omiyam, Paskalis Kevins Tabuni dan Ariep Nugroko ( Karyawan Lemasa Timika).

Baca juga di :https://www.jubi.co.id/gereja-kingmi-24-mahasiswa-ditangkap-di-mimika/?utm_campaign=shareaholic&utm_medium=facebook&utm_source=socialnetwork

“Kami minta agar mereka segera dibebaskan karena mereka tidak melakukan apapun. Mereka sedang mempersiapkan diri untuk beribadah dan Barapen sebagai ucapan syukur kalau mereka sudah tiba di Papua,”

Label:

Selasa, 17 September 2019

Indonesia binggung, Hoax solusinya Merendam semangat Rakyat Papua





Indonesia sudah pusing dan binggung karena dalam indonesia sendiri belum aman apa lagi telah mengancam diri mereka sendiri/indonesia, di mata dunia dan meraka telah gagal dalam membuat hoax karena orang orang yang di undang oleh jokowi adalah salah satu barisan merah putih dan berkepentigan untuk mematahkan semagat orang papua.

Tetapi Amp tidak ragu karena Amp bahkan rakyat papua sangat tahu permainan indonesia yang sangat licik itu.
Dan beberapa hari yang akan datang ini, akan di klarifikasikan soal ini.


Dalam beberapa bulan kesini sini dari bulan 16 agustus saat kata monyet di lontarkan oleh Tni porli, intelijen, ormas ormas dan lain sebagainya hingga kini orang papua masih dalam trauma yang telah di lakukan oleh aparat.

Akhirnya bangsa moyet/bangsa papua dari akar rumput merasa harga dirinya di rendakan, di lakukan secara tidak manusiawi dan menolak rasis serta memberitahu bahwa rakyat papua sudah tidak nyaman lagi dengan bangsa melayu/indonesia dan ingin bebas seperti negara lain yang sudah bebas.

Akhir dari protes tentang monyet tesebut banyak sekali rakyat bangsa papua di intimidasi, di teror, masyarakat di tembak, aktivist di kejar kejar oleh aparat yang tidak bertagung jawab, hingga hari ini.

Dalam hal rasis ini juga, indonesia sudah membawah dirinya pada jurang yang berbahaya, makanya indonesia takut karena telah melanggar hukum dan isu rasis ini telah mendunia maka dari,
Banyak cara cara licik yang lagi di gencarkan oleh indonesia, seperti pemangilan kepala kepala suku yang mempuyai kepentigan kepentigan pribadi, membuat kegiatan aneh aneh untuk mengambil gambar dan video untuk mempropagandakan dan lain lain.

Dalam hal kelicikan indonesia ini juga
Beberapa mahasiswa yang di panggil oleh jokowi baru baru ini dan memakai nama AMP di dalamnya ini adalah hoax yang di mainkan oleh indonesia untuk mematikan  semagat  orang papua.
Amp telah mengetahui semua apalagi permainan kolonial indonesia yang sekarang lagi pusing dan binggung harus buat apa karena negara indonesia saja belum aman,

Maka dari itu AMP menghimbau kepada semua rakyat dan bangsa papua supaya jagan terpovokasi degan isu isu yang tidak mendidik ini.



Label: