Selasa, 31 Desember 2019

Pemasangan lilin memasuki 1 januari: Papua dalam duka, Nduga intan jaya dalam penggungsian




Doc.M beanal


Suara mambruk -  Aksi Pemasangan seribuh (1000) Lilin untuk Penguggsian di Ndugama, intan jaya dan seluruh tanah papua, yang di lakukan di timika 31 desember 2019 malam memasuki 1 januari 2020

Aksi pemasangan lilin tersebut, di lakukan oleh Forum rakyat papua dan mahasiswa eksodus, yang berada di kabupaten mimika.  Aksi ini di lakukan juga karena melihat selama natal di papua ini saudara saudari kami lari karena trauma, takut di tembak militer  dan menggungsi ke hutan hutan, gunung gunung, sunggai hingga hari ini masih terus terjadi

Ribuan rakyat papua di nduga dan intan jaya yang telah menggungsi dan sedang menggunsi di hari natal, bahkan rakyat nduga di tembak mati oleh tni porli bahkan rakyat sendiri menjadi trauma berkepanjangan karena kehadiran militer di papua yang melampaui batas dan kini di intan jaya juga telah menggungsi akibat pendropan militer yang tak terhenti,

Nonton juga video:


kini beberapa kampung di intan jaya juga telah menggungsi bahkan setiap kabupaten di papua seperti timika, paniai, puncak jaya, dll, di drop militer tni porli degan alasan menjaga  keamanan, Kedamaian natal di papua tak ada hanya ada luka yang terus ada dan menimbulkan duka bagi rakyat papua.

Kondisi ini dapat terlihat juga, Militerisme Indonesia dengan invansinya melakukan serangan terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tanpa melihat hukum humaniter sertakan meledakan alat peledak sekitar dearah Ndugama dan melakukan teror lain-nya sekitar wilayah West Papua,  sehingga mengakibatkan rakyat West Papua asli terjadi korban, dan juga, pengerebekan, pembongkaran, pembakaran, penghadangan terhadap lingkungan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) serta juga, pengejaran, pemenjarahan, pemukulan, pengepungan, pembungkaman ruang demokrasi pada aktivitas gerakan maupun dari Solidaritas Indonesia untuk West Papua serta rakyat bangsa west papua mendapatkan kekerasan yang terstruktur oleh sistem dan militerisme yang sama.
Dengan melihat situasi dan kondisi Papua lebih kusus kab, Nduga, Intan Jaya, Puncak jaya, yahukimo, yang masih terus  konflik berkepanjangan hinggah menimbulkan luka yang tak habis sembuh dan rakyat Ndugama dan intan jaya yang terus dan masih menggungsi akibat pendropan militer yang melampaui batas dan menembak mati warga sipil  hinggah ndugama, intan jaya  yang  masih dalam trauma, hingga natal ini membawa luka bagi orang papua, duka nduga duka intan jaya, duka yahukimo, duka puncak adalah duka papua.

 Pemasangan lilin, demi  beribuh ribuh rakyat yang menggugsi di intan jaya dan ndugama yang masih terus mengunggsi dan operasi militer yang masih terus terjadi hingga mengorbankan warga sipil di nduga oleh tni porli  hari ini,

Ada juga tuntutan dari forum rakyat papua dan mahasiswa eksodus di timika guna untuk menghilangkan trauma yang lagi di alami rakyat nduga dan intan jaya yakni  peryatakan sikap:
1. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis  Bagi Rakyat Bangsa Papua Barat

2. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik Dari Ndigama, intan jaya, yahukimo, jayapura l, Timika dan Seluruh Tanah Papua Barat.

3. Segerah Jamin Kebebasan Jurnalis Nasional, Internasional dan akses terhadap informasi di Papua Barat.


4. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa Papua Barat.

6. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, MIFE, dan yang lainnya, yang merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua Barat.

7. Tentara pembebasan nasion papua barat (TPNPB) adalah Militer bangsa papua

Demikian pernyataan sikap ini atas dukungan dan kerjasama oleh semua pihak,
kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional Papua


Timika, 31 desember 2019

Masyarakat dan Mahasiswa eksodus




Editor: suaramambruk

Label:

Jumat, 27 Desember 2019

VIDEO: TPNPB Makodap III Timika Tolak Pemekaran Provinsi Papua Tengah




Timika, Suaramambruk — Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Markas Komando Daerah Pertahanan III Wilayah Timika menolak pemekaran provinsi Papua Tengah yang sedang diperjuangkan oleh tujuh bupati yang terdiri dari bupati kabupaten Timika, Nabire, Puncak Papua, Intan Jaya, Paniai, Deiyai dan Dogiyai.

Pernyataan ini di buat langgsug dari markas komando daerah militer (kodam) lll pegunuggan tenggah timika papua (kali kopi)

Pernyataan tersebut disampaikan lewat video yang diterima media ini. Berikut isi pernyataan sikap TPNPB Makodap III Timika:



Baca juga:https://suarapapua.com/2019/12/28/video-tpnpb-makodap-iii-timika-tolak-pemekaran-provinsi-papua-tengah/


Pewarta: Mambruk

Label:

Rabu, 25 Desember 2019

Rakyat nduga merayakan natal dan mengibarkan Bintang kejora



Kenyam-Nduga, Suara Mambruk - Ratusan Umat Kristen merayakan natal dengan mengibarkan lambang negara West Papua yaitu morning star flag. Hari ini pada tanggal (25/12/2019) umat Nduga merayakan natal dengan kondisi duka dengan adanya penembakan yang dilakukan oleh militer Indonesia.

Ratusan Umat merayakan natal dengan mengibarkan morning Star Flag di tempat beribadah. Ada seorang sopir atas nama Lokbere tertembak kemarin, sehingga saudara kita Nduga memperingati perayaan dengan mengibarkan morning Start Flag.

Setiap perayaan dengan  peristiwa penembukan bukan menjadi hal baru kita bangsa West Papua, tetapi kadoh natal terus kita terima karena perbedaan ideologi antara Indonesia sebagai penjajah terhadap ideologi terjajah yang memperjuangkan kemerdekaan hidup.

Kondisi natal dengan tindakan kekerasan ini, rakyat bangsa West Papua diminta berdoa kepada saudara kita Nduga dalam kondisi duka saat ini.


Sumber: Suara wiyaimana papua
Editor: Suara mambruk

Label:

Selasa, 24 Desember 2019

Kepada Kawan Hendrik Lokbere





Oleh: Oskar H.  Gie.


Kawan,  NATAL sebentar tiba
Kami menyayangimu
dan kau t'lah siap,
"Siap dalam ketiadaan yang abadi"

Kawan,  NATAL sebentar tiba
Kami merinduhkanmu
Tapi kau menolak lupa
Sebab sakit ini kuat dan menyesakan

Kini kami melihatmu dalam damai
tidur berselimut mantel putih,
Lukamu 'kan hilang
dan jiwamu tak lagi terlihat oleh waktu

Ah sayang,  begitu jauh....

Kami ingin kau tauh bahwa
"Kehidupan disini membutuhkanmu,
Apalagi perjuangan Pembebasan"
(Bagi Rakyat Nduga dan Bangsa Papua)

Selamat Jalan Kawan Hendrik Lokbere
Tidurlah dalam damai (RIP)  😢🙏

~

Label:

Tni porli membunuh warga sipil wakil bupati mengundurkan diri



SUARA MAMBRUK - KENYAM, Nduga West Papua - Wakil Bupati Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, [Wentius Nimiangge] masa kepemimpinan 2017 - 2022 telah mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan, karena kecewa atas penembakan yang dilakukan oleh Aparat Militer TNI/POLRI Kolonialisme Indonesia terhadap masyarakat sipil Nduga atas nama [Hendrik Lokbere]. Ujar - Pimpinan Revolusioner Papua, [Victor Yeimo]. Senin, 23 Desember 2019 - 09:25 Waktu Papua Barat.

Wakil Bupati Kabupaten Nduga, Provinsi Papua saat berbincang dengan Danrem, 172/PWY dan Pejabat Kodam XVII Cenderawasih Papua. Wakil Bupati menyatakan dengan tegas bahwa, saya atas nama [Wentius Nimiangge], sekarang juga saya mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan Kolonialisme Indonesia. Tuturnya.

Ditambahkan juga oleh [Wentius Nimiangge] bahwa, Saya sangat kecewa atas tindakan kekerasan, ketidakadilan yang telah dilakukan oleh Aparat Militer TNI/POLRI Kolonialisme Indonesia terhadap masyarakat sipil di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Ungkapnya.

Wakil Bupati, [Wentius Nimiangge] menyebutkan bahwa, penembakan terhadap masyarakat sipil atas nama [Hendrik Lokbere] merupakan dampak dari banyaknya Aparat Militer TNI/POLRI yang dikirim atas perintah Presiden Republik Indonesia untuk melakukan pengamanan ke Nduga dalam satu tahun terakhir ini. Ucapnya.

Dan juga, menurut [Wakil Bupati] bahwa, dampak dari pengiriman Aparat Militer TNI/POLRI ke Kabupaten Nduga, ribuan masyarakat sipil Nduga mengungsi ke hutan dan belantara/bebatuan yang tak layak masyarakat tinggal saat ini. Pungkasnya.

Disampaikan juga oleh Wakil Bupati [Wentius Nimiangge] bahwa, kami sebagai pemerintah daerah sudah menghadap Presiden, Menteri, DPR RI, Pangdam dan Kapolri untuk meminta agar Aparat Militer TNI/POLRI yang sedang melakukan operasi di Nduga segera ditarik kembali. Namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang dilakukan atas permintaan kami. Bebernya.

Dijelaskan juga, kami mau agar masyarakat sipil Nduga yang sedang pengungsian di tempat yang tidak layak bisa kembali dari tempat pengungsian ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas. Tapi sayangnya, pemerintah pusat tidak merespon usaha kami. Katanya.

Menurutnya, dia bersama Bupati Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, [Yairus Gwijangge] merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah, dan harusnya pemerintah pusat mendengar dan melakukan kebijakan. Namun kenyataannya sangat bertolak belakang.

Demikian juga, "kami ini adalah perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat di Kabupaten Nduga. Tapi sejauh ini Presiden tidak pernah mendengar kami. Maka mulai hari ini, saya meletakkan jabatan sebagai Wakil Bupati. Sekarang saya sebagai masyarakat sipil Nduga. Tegasnya, usai pertemuan bersama seluruh masyarakat sipil Nduga di lapangan terbang Kenyam".

Sumber Data [Victor Yeimo]
Revolusioner [Kebebasan Papua]
Editor : Mambruk

Label: ,

Wabup Nduga kecewa terhadap Negara Dan melepaskan jabatanya



Suara mambruk - Kenyam – Kecewa, penembakan terhadap warga sipil kembali terjadi di wilayah pemerintahannya, Wakil Bupati Kabupaten Nduga, Wentius Nemiangge menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Wakil Bupati. Padahal masa jabatannya masih tersisa 3 tahun (periode 2017 – 2022)

Wentius menyebut, penembakan terhadap warganya (Hendrik Lokbere) merupakan dampak dari banyaknya pasukan yang dikirim oleh negara ke Nduga dalam satu tahun terakhir. Akibatnya, ribuan masyarakat Nduga mengungsi meninggalkan kampung karena takut dengan aparat.

“ Sudah satu tahun terjadi seperti ini, Kami (pemerintah daerah) sudah menghadap Menteri, DPR RI, Panglima dan Kapolri meminta agar pasukan TNI-Polri yang ada di Nduga segera ditarik agar masyarakat kembali ke kampung-kampung untuk beraktivitas seperti biasanya.

Baca juga: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/279574-wakil-bupati-nduga-pilih-mengundurkan-diri


Namun sampai hari ini permintaan kami ini tidak pernah direspon, bahkan penembakan terhadap warga sipil terus terjadi,” ungkapnya dengan nada kecewa di hadapan ratusan masyarakat Nduga yang berkumpul di Bandara Kenyam, Senin (23/12) siang.
Menurutnya, dia bersama Bupati, Yairus Gwijangge, merupakan perpanjangan tangan dari presiden di daerah, dan harusnya bisa didengar oleh pemerintah pusat, namun kenyataanya sangat bertolak belakang, karena permintaan mereka tidak pernah digubris pemerintah pusat.

“ Kami ini adalah perpanjangan tangan presiden di daerah, tapi sejauh ini kami tidak ada nilainya, kami tidak dihargai. Permintaan kami tidak pernah digubris oleh pemerintah pusat, lalu untuk apa kami ada? Kami hanya dijadikan boneka oleh pemerintah, maka mulai hari ini saya meletakan jabatan saya sebagai Wakil Bupati Nduga, dan mulai hari ini saya akan kembali menjadi masyarakat biasa,” tegasnya.

Baca juga: https://www.m.wartaplus.com/read/8433/Wakil-Bupati-Nduga-Nyatakan-Mundur-dari-Jabatannya-Kecewa-Warganya-Tewas-Ditembak

Bahkan lanjut dia, sejak korban Hendrik Lokbere ditembak pada Jumat malam, dirinya sudah melepas seragamnya dan meletakannya bersama jasad korban.
“ Seragam sudah saya buka dan letakan bersama korban, mulai hari ini saya lepas jabatan wakil bupati, saya tidak ingin menjadi perpanjangan pemerintah di daerah tapi rakyat saya terus menjadi korban,” ujarnya sedih
Menurutnya, masyarakat Nduga sama dengan masyarakat lainnya di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan seluruh dunia, namun rakyat Nduga diperlakukan berbeda dan tidak dihargai.

“ Kita semua ciptaan Tuhan yang paling mulia, memiliki derajat yang sama dengan saudara kita diluar papua. Tapi perlakuan negara ke kita orang Nduga sangat berbeda, jadi untuk apa kita pertahankan negara ini kalau kita terus dibunuh? Dimana keadilan itu? Apakah kami tidak berhak mendapat keadilan?” akunya heran
Wakil bupati menyebut, pengunduran dirinya merupakan tanggung jawab terhadap masyarakat Nduga yang terus menjadi korban kekerasan dari aparat.
“ Kepada pak bupati yang saya hormati, mulai hari ini saya mengundurkan diri sebagai wakil bupati dan bapak saja jalan sendiri.

Terima kasih sudah bersama kurang lebih 3 tahun, banyak kelebihan dan kekurangan dalam menjalankan tugas, mulai hari ini saya akan kembali ke masyarakat dan menggunakan koteka,” ungkapnya
Ia juga meminta kepada pemerintah pusat untuk segera menarik seluruh personil yang dikirim dan ditempatkan di Nduga, serta pekerjaan pembangunan jalan trans papua dikerjakan oleh sipil.
“ Sekali lagi saya minta aparat TNI-Polri segera ditarik dari Nduga dan pembangunan jalan trans papua diserahkan kepada sipil, dengan begitu maka rakyat yang sudah mengungsi akan kembali dan memulai kembali hidupnya di kampung,”pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelummya, Hendrik Lokbere (25) warga Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, dilaporkan tewas tertembak. Korban diduga ditembak oleh aparat keamanan saat melakukan perjalanan untuk menjemput keluarganya di Distrik Batas Batu, Kabupaten Nduga pada Jumat (20/12) malam.*


Editor: Mambruk

Label:

Sabtu, 21 Desember 2019

Aktivis Tapol Yang di bebaskan masih dalam status wajib lapor

Doc. Foto Depan porles mimika


Timika, SUARA MAMBRUK -  16 aktivis yang di tahan pada saat Aksi pemasangan 1000 lilin di timika kamis 19/12 kemarin saat memperingati dan mengenang 48 tahun trikora 19 desember  1961 hingga 2019 sebagai Titik awal pemusnahan rakyat dan bangsa papua barat, masih dalam status wajib lapor.

Geo selaku korlap menggaku dirinya dan beberapa kawan kawannya yang di tahan kamis 19/12 kemarin, belum di bebaskan dalam arti masih dalam status lapor diri dalam satu minggu dua kali yakni Hari senin dan jumat

"Kemarin kami di suruh untuk tanda tanggan, sa bilang ini untuk apa? Pak polisi?, bapa polisi dong bilang, itu peryataan wajib lapor, katanya dari pada kam lama lama dalam sini, mendingan kam tanda tangan ini sudah, unkap korlap"  kepada suaramambruk.

Sebenarnya kami tidak salah karena aksi 1000 lilin yang di buat tersebut sudah di beri izin oleh pihak kepolisian.

"Kemarin kami kasih masuk surat pemberitahuan di porles mimika, dan surat itu sudah di terima oleh pihak kepolisian tetapi saat di aksi tindakan mereka lain, brutal di lapangan. Kami kesal sekali, kami sudah kasih masuk surat tapi pihak kepolisian dan brimob mereka membubarkan aksi 1000 lilin degan cara ganas"

Pihak kepolisian porles mimika di nilai tidak menuruti peraturan yang ada, kok suratnya sudah masuk dan di terima tetapi di hari H di lapangan tindakannya lain,
Pak polisi di nilai langgar uu juga kode etik kepolisian.

TRIKORA adalah Titik awal penjajahan dan perbudakan yang di lakukan dengan pembentukan Segala Jenis kesatuan Militer yg diciptakan pemerintahan Indonesia dan awal masuknya Militer ke Papua untuk menjajah dan  untuk Merebut Segala sumber daya alam bangsa Papua dan untuk memusnahkan bangsa Papua.


Pemasangan 1000 Lilin untuk memperingati sekaligus mengenang segala bentuk penjajahan,  penyiksaan, penindasan bahkan semua korban jiwa yang telah di lakukan oleh aparat Militer Indonesia terhadap Bangsa West Papua serta  Memperingati Titik awal masuknya segala jenis bentuk penindasan dan penjajahan yg terjadi di west papua guna untuk mendapatkan dan merebut kemerdekaan papua barat 1 Desember 1961 yang telah mendeklarasikan kemerdekaan bangsa papua barat di holandia jayapura.




Kronologis singgkat.

Tepat hari kamis 19 desember 2019 di timika Forum rakyat papua melakukan aksi pemasangan lilin.
Jam 14: 48 massa sudah berada di sekitaran  lapangan dan  budara timika indah dan lagi menunggu massa yang lain.
Kemudian jam 14: 48 brimob datang dengan satu buah mobil dengan senjata lengkap, berhenti dan singgah depan warung kopi  lapanggan timika indah

Jam 15: 00 kemudian saat korlap geovani pogolamo dan henhky omabak menggabil meggapon untuk berorasi saat itu primob dan polisi langsung membubarkan massa tersebut.

Jam 15: 08 beberapa masa aksi di bubarkan dan  beberapa orang di pukul  saat itu yakni ardi murib di sepak di bagian perut, jaupin jawame di pukul dan beberapa massa aksi yang berada di titik aksi tersebut, semua di pukul oleh pihak brimob.

Kemudian massa tersebut sekitar jam 15: 12 massa aksi yang tadinya di pukul  langsung di bawah lari ke porles mimika

Setelah jam 15: 19 kemudian beberapa massa yang terlibat dalam aksi dan yang di fokus pada pembagian selebaran tersebut melihat kawan kawannya di anggut kemudian mereka tidak terima dengan hal itu di rasakan o kawan mereka sendiri  jam 15:21.
Kemudian terpaksa mereka  menyerakan diri mereka untuk di angkut bersama sama kawan mereka yang tadi di angkut sebelumnya,
Polisi menyeret mereka di lapangan bola kaki timika indah seperti binatang dan menaikan mereka memakai mobil perintis

Kemudian massa yang di tahan semua berjumlah 16 masaa yakni 8 laki laki dan 3 perempuan di tempatkan di ruang  yang sama yang tertutup.

Sekitar jam 19: 13 sampai jam 23: 09 kami di introgasi satu persatu dengan ruangan yang berbeda beda.

Kemudian jam 23:09 kami di pisahkan yakni perempuan di pindahlan ke ruanggan tersendiri.

Kemudian dalam ruangan tersebut kami di persulitkan,  jam 02:4 hingga jam 05: 15 Petrus aim di persulitkan membuang kotoroan, yakni buang air besar. Dari jam 03 kami berteriak untuk buka ruangan tetapi pihak kepolisian maupun para petugas tidak menanggapi apa yang kami katakan.

Kawan tersebut sempat dobrak pintu agar para petugas membuka pintunya tetapi petugas piket tidak menaggapi walaupun beberapa polisi berada di luar namun mereka bilang,  bilang piket, itu bukan tugas kami, hingga lama kelamaan petrus mencari botol dan plastik untuk buang air besar, namun sekitar jam 04: 49 kemuan saat dengar cari botol terswbut lalu petugas membuka pintu tepat jam 05:15 subuh.

Kemudian jam 02: 03 siang kami di suruh foto, di suruh timbang dan cap lima jari oleh para inkam porles mimika hingga jam 03 sore kami di pulangkan degan wajib menandatagani surat pernyataan yang isinya harus  wajib lapor setiap hari senin dan jumat hingga bulan januari  tidak tahu kapan tangga berakhirnya wajib lapor tersebut.

Akhirnya status Tahanan politik aksi pemasangan 1000 lilin memperingati trikora titik awal pemusnahan bagi bangsa papua di timika atas nama:
1. Hengky Omabak (KORLAP Aksi)
2. Jaupin Jawame (Keamanan Aksi)
3. Geovani Pogolamun (KORLAP Aksi)
4. Bartol Beanal
5. Pinus Magal
6. Rafael Wenda
7. Petrus Aim
8. Ardi Murib
9. Yesaya Gobai
10. Steven Gobai
11. Daniel Gobai
12. Yeriy Nawipa
13. Selly Timang
14 Riman Onawame
15 Kristoporus Amisim
16 Bosko Pigome

Di bebaskan hari jumat 20/12/2019 jam 03:00  sore namun  masih dalam wajib lapor hingga januari.


Mohon advokasi dari semua pihak



Editor: Mambruk

Label: ,

Rabu, 18 Desember 2019

Cerita Singkat Dr Thomas Wapai Wainggai,




Suara mambruk - Dr Thom Wainggai, seorang tahanan hati nurani menjalani hukuman 20 tahun penjara, dibunuh di Cipinang Penjara, Indonesia, 12 Maret 1996 (Dr Thom menjabat sebagai pemimpin dihormati dan tetap didedikasikan untuk ide kebebasan, kebebasan berekspresi, dan bebas dari bahaya. Pada 1970-an, Thom perjalanan ke Universitas Jepang untuk belajar hukum di Universitas Okayama. Ketika ia kembali ke Papua Barat, dia ditangkap untuk pertama kalinya pada tahun 1973 untuk aktivisme politik.


Dia dijatuhi hukuman enam bulan di Indonesia penjara militer. Setelah dibebaskan, Thom kembali ke Jepang untuk menyelesaikan gelar sarjana hukum. Tak lama setelah menyelesaikan gelar sarjana hukum, ia melakukan perjalanan ke Amerika Serikat sebagai Fulbright Scholar di mana ia memperoleh gelar Master di bidang Administrasi Publik diikuti dengan gelar Ph.D. dalam filsafat politik di Florida State University. 


Tujuan pendidikan tinggi tidak tetap di Amerika Serikat, melainkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dan kembali ke Papua Barat untuk melanjutkan perjuangannya untuk kebebasan dan menyampaikan beberapa pengetahuan baru untuk kampanye perlawanan tanpa kekerasan.


Pada tahun 1988 Dr Thom dan para pemimpin lainnya telah berhasil membangun momentum dan kekuatan dalam kampanye dengan meningkatnya partisipasi dan mobilisasi warga. Optimisme adalah tinggi dan kemudian, Dr Thom ditangkap dan dihukum dua puluh tahun di penjara militer di Waena, Jayapura untuk subversi sebagai akibat dari mengekspresikan keyakinan ideologis bahwa demokrasi sejati, yang dikelola oleh Melanesia, adalah satu-satunya solusi yang dapat diterima.


Herman memiliki kenangan kunjungan dengan pamannya saat ia dipenjara. Beberapa kenangan yang dalam semangat yang baik sementara orang lain yang menakutkan. Satu memori tertentu menonton penjaga penjara Indonesia menggunakan ujung bayonet yang tajam untuk menggeledah sembarangan melalui makanan yang dibawa Herman untuk pamannya. Selama kunjungan tersebut, para penjaga berubah-ubah sedang menunggu pembenaran untuk menegakkan hukuman lebih lanjut. Herman juga mengingat tidak hormat ekstrim terbukti paman rentan nya. (M/Herman W)

Label:

Selasa, 17 Desember 2019

GENERASI MUDA DAN RAKYAT PAPUA, MENYIKAPI PERNYATAAN BUPATI MIMIKA ELTINUS OMALENG

Foto, penolakan pemekaran


TIMIKA - SUARA MAMBRUK - FORUM GENERASI PAPUA  DAN RAKYAT PAPUA (FGPRP) DI Timika, selasa 17/12 hari ini,
Menyikapi Dan Menolak Dengan Tegas Atas Pernyataan Yang Dikeluarkan Oleh Bapak Bupati Timika Eltinus Omaleng, SE. MM.  Tanggal 09 Desember 2019 lalu. 

Melihat beberapa hari yang lalu telah beredarnya peryataan yang di keluarkan oleh bupati mimika ELTINUS OMALENG,SE.MM di berita salampapua.com tanggal 09 desember 2019  lalu.

Dengan melihat pernyataan tersebut kami forum generasi papua dan rakyat papua (FGPRP) menyikapi peryataan yang dimuat dalam berita salampapua.com karena alasan tersebut tidak benar alasan yang di keluarkan bupati mimika tidak manusiawi.

Dalam hal ini, bupati mimika di nilai hanya mementingkan diri sendiri dan membuat alasan yang tidak masuk di logika demi memekarkan provinsi papua tenggah dan ibu kota di timika.
Papua memiliki harta kekayaan yang melimpah bagaikan surga yang jatuh ke bumi untuk berkulit hitam berambut keriting, di timika juga mempuyai alam yang kaya yang dapat menghidupkan masyarakat akar rumput yang ada juga generasi penerus papua.

Bupati mimika tidak memakai akal sehat dalam perkataan yang di lontarkan bahwa “banyak generasi papua yang Tpm-Opm karena tiak kerja”, katanya bupati mimika: “saya akan mekarkan provinsi papua tenggah”. Dan alasan Eltinus Omaleng  bahwa “kenapa saya pertahankan mimika jadi ibu kota pemekaran karena saya melihat anak anak dua suku besar Amungme dan kamoro tidak pernah cari kerja di daerah lain dan diri mereka banyak yang belum dapat pekerjaan”, ungkap omaleng bupati mimika 09/12 kemari lalu.

Kami forum generasi papua dan rakyat papua (FGPRP) menilai ungkapan yang di keluarkan Eltinus omaleng adalah tidak adil dan tidak benar karena ia tidak melihat realitas yang ada dan akan terjadi pada masyarakat pribumi, lebih khususnya suku Amungme dan Kamoro juga generasi penerus papua di timika, kami tahu bahwa di timika itu bukan lagi tidak ada lahan pekerjaan tetapi banyak sekali lapangan pekerjaan dan yang harus di kerjakan entah itu masyarakat amungme dan kamoro mapun lima suku kerabat lainnya, terlebih khususnya generasi penerus papua.

Dan juga alasan tersebut tidak adil karena lapangan pekerjaan lebih khusus di timika, memeliki lapangan pekerjaan yang cukup luas dan itu mampu menempung masyarakat papua juga melebihi dari setiap kabupaten/kota/daerah di papua,tetapi pemerintah daerah selama ini buta dan tidak melihat masyarakat mimika, dan generasi papua yang ada di timika. Justru pemerintah daerah mementingkan masyarakat imigran sedangkan masyarakat asli pribumi tidak di perhatikan
Jika hal itu di ungkapkan maka secara tegas kami menolak atas tuduhannya karena kami generasi papua secara sadar akan dampak dari pada pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOM), maka Bapak Eltinus omaleng selaku kepala daerah jangan menggambil alasan terkait ketidak adanya lapangan kerja demi kepentinggan jabatan.

Bapak selaku kepala daerah perluh melihat secara langsung realita yang terjadi di daerahnya, dan jangan samakan kabupaten mimika dengan kabupaten/kota/daerah lain dengan alasan daerah mimika mempunyai lapangan pekerjaan yang melebihi kabupaten-kabupaten lain di papua, dan juga PT Feeport mempunyai lapangan kerja yang sangat luas dan PT freeport pun mampu menjamin puluhan negara, namun bapak selaku kepala daerah mengkalim secara langsung  realita yang terjadi dilapangan hanya demi mendorong daerah otonomi baru (DOM).


Admin: Suara mambruk

Label:

Senin, 16 Desember 2019

Nduga juga papua

Foto: ibu dari ndugama




Oleh: Alin tekege


Natal tahun kedua Pun Masih Penuh dengan tangisan Darah.

Saudara-saudara setanah Air West Papua, Kita sama-sama Papua.

Papua itu Sorong Sampe Merauke yang harusnya ikut merasakan penderitaan ini.

Saudara-saudara setanah Air Papua Barat, Kami disini tidak aman, Tidak sedang baik-baik saja.

Kami tidak merasakan Damai
di Natal tahun kedua ini.

Entah sampai kapan,
Keadilan itu akan terwujud ?

kapan juga anak cucu pun merasakan kebahagiaan sesungguhnya?

Dimana keadilan itu Lari?
Dimana Orang-orang yang katanya intelek itu? Lari kemana semua?

Disini kami masih
tidak sedang baik-baik saja.

Sayang,
Nduga Wene itu Papua Wene

#MasalahNduga_MasalahPapua
#RipKeadilan
#RipDemokrasi

Label:

Minggu, 15 Desember 2019

Beribuh Militer di terjukan ke papua, Wakil rakyat kemana?



SUARA MAMBRUK - Hari Raya Natal adalah hari bahagia bagi semua umat kristiani apalagi bagi umat  kristen yang di papua, natal bagi orang papua adalah hati yang damai juga hari yang damai untuk menjemput sang raja yang baru di lahirkan yaitu yesus yang menyelamatlan umat manusia dari dosa

Menjelang hari raya natal di seluruh tanah west papua Aparat TNI dan BRIMOB telah Memadat dan berkeliaran mengelilinggi setiap provinsi, kabupaten, kota kota, distrik hingga kampung kampung pedalaman papua degan sergam lenggkap bersenjata,

Belum Mengetahui maksud dan Tujuan Mereka datang mengelilinggi hingga pendorapan, militer dan brimob  Ke Tanah Papua hingga hari ini.

Masyarakat  susah lagi beraktivitas melihat militer yang terus berbarenggi degan pesawat, mobil, hingga jalan kaki untuk menakuti masyarakat

Saat ini masyarakat dalam trauma dan takut pemimpin pemipin papua sebagai wakil rakyat kemana? Harus melihat hal ini dengan serius.

Pemimpin Papua (Eksekutif & Legislatif) Baik Tingkat Provinsi Maupun Kabupaten/Kota di Tanah Papua, Tidak Pernah Menyikapi Maksud dan Tujuan Kedatangan TNI & BRIMOB di Tanah Papua, Agar Masyarakat Papua Tidak Panik, Takut, dan Trauma dengan Situasi Kedatangan Brimob dan TNI di Tanah Papua Itu.

Setidaknya Lembaga-Lembaga Terkait MRP, DPRP, DPRD, GUBERNUR atau BUPATI/WALI KOTA, Menyikapi Terkait Pendropan Militer di Tanah Papua, Agar Tidak Terjadi Salah Paham antara Satu Sama Lain dan Perayaan Natal di Tanah Papua Sebagai Mayoritas Nasrani Berjalan Dengan Aman, Tertib dan Terkendali.



Label:

Pendropan Militer Di Paniai Papua, Membuat Masyarakat Takut Beraktivitas





PANIAI, SUARA MAMBRUK - PENDROPAN MILITER 1000 TNI AU, 13 DESEMBER 2019  DI MEPAGO ENAROTALI PANIAI PAPUA. MENJELANG HARI RAYA NATAL, TERITORIAL TANAH PAPUA DI PADATI OLEH TNI PORLI DAN BRIMOB.

Pendoropan Militer Indonesia, kian hari makin bertambah di pelosok Negeri West Papua Barat.

Di kab. Paniai hari Jumat 13 Desember 2019 jam 8:30 tadi pagi, ada 4 helikopter TNI-AU 1 diantaranya adalah heli Puma  mendarat di lapangan terbang Enarotali  bertujuan mendorop Militer Indonesia, yang berjumlah anggota 500 prajurit TNI-AU lebih yang bersenjata lengkap, 13/12.

Pendropan militer membuat masyarakat mepago paniai papua takut beraktivitas dalam hal ini untuk bergembira di hari raya sang juruslamat kita, Saat ini juga masyarakat Paniai sedang dalam keadaan trauma, atas kehadiran TNI-AD yang datang tanpa diundang.

Militer Indonesia TNI-AD saat mereka menampung di salah satu gedung yang bernama Gedung serbaguna uwata wogi yogi, Gedung ini selalu di pake untuk berbagai kegiatan oleh pemerintah dan masyarakat Paniai pada umumnya namun saat ini, sedang di ambil oleh Militer Indonesia TNI-AD untuk dijadikan gedung penampungan Militer

Kepada pimpinan negara indonesia ( jokowidodo) bahwa jangan pandang orang papua  sebagai aktor  kekacauan berlajan natalan  di papua  tahun 2019  . Pak pimpinan negara jangan ada pemutar balik kondisi rill di papua dengan aktor nya , karena kita sudah mengetahui kebijakan  pak ( pimpinan) negara  bahwa gaya kepemimpinan  mu bukan lagi demokrasi namun gaya  kepemimpinan militeristik  yang  di domonan  , sehingga dua bulan yang  lalu   pernah  lepas 6.000 personel di papua  .

Oleh sebab itu , situasi  pertengahan papua menjadi  darurat  militer   , bukan berarti mengayomi tapi menakutkan seluruh  umat kristiani di tanah  papua.
Dengan itu , sampe saat ini salah satu kabupaten di papua yang saat ini , penuh dengan darurat militer yaitu paniai, deiyai, dogiai juga di kabapaten yang ada di papua barat.

maka itu merupakan sesuatu yang mampu mendorong  sebagai penghalang  berjalan natalan di papua pada tahun 2019 ini , maka itu , kepada pimpinan negara indonesia ( jokowidodo ) jangan pandang orang papua sebagai faktor atau aktor penghalang berjalan natalan tahun ini di papua , tapi yang menjadi aktor penghalan dalam natalan ini adalah TNI & POLRI, karena sampai saat ini , di bawah jembatan saja pos BRIMOB dan TNI SERTA GABUNGAN reaksioner buatan kolonial  yang berwatak koloni sebagai pengacau papau  , apa lagi rumah  , dan yang fasilitas publik  jadi tempat pos BRIMOB  dan TNI  .

Maka dengan itu , wajah natalan sebagai penjemputan sang anak raja damai  di papua telah di gadai oleh dengan warna militer , untuk berpandang manusia adalah monyet dan binatang hal ini lah  sedang di pandang oleh indonesia kepada rakyat papua .

Label:

Cerita sejarah: Dr.Thom Wainggai - Sang Proklamator 14 Desember 1988




SUARA MAMBRUK - 14 Desember 1988, salah satu peristiwa bersejarah orang Papua Melanesia.

Dr.Thom Wainggai - Sang Proklamator 14 Desember 1988 mempersiapkan konsep kebangsaan orang Papua Melanesia  selama 20 tahun lebih sejak tahun 1968. (Eksepsi dan Pledoi Doktor Thom Wainggai melawan kolonialisme Indonesia di Peradilan Kali Açaí Abepura 1989).

Proklamasi 14 Desember dipersiapkan selama 20 tahun oleh almarhum Thom Wainggai adalah untuk menjawab isi Perjanjian Roma 30 September 1962 karena sesuai isi perjanjian Roma bahwa Indonesia cuma mandataris PBB selama 25 tahun terhitung sejak 1 Mei 1963 - 1 Mei 1988.

Puluhan tahun telah berlalu - Orang Papua Melanesia menjadi korban karena pengkhianatan pemerintah Belanda dan pemerintah Belanda tidak bertanggung jawab akan janji cintanya pada 1 Desember 1961. Demikianpun Dr. Thom sebagai salah satu orang Papua terdidik di Universitas Cenderawasih / UNCEN semasa transisi pemerintah Belanda di tanah New Guinea. Thom menyaksikan  sejarah PEPERA 1969 yang dilakukan pada waktu itu  tidak sesuai dengan fakta hukum berdasar isi Perjanjian New York 15 Agustus 1962.   Pengkhianatan pemerintah Belanda adalah bukti bahwa janji 1 Desember tidak ditepati meskipun di peristiwa hukum lainnya Belanda mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945 Soekarno Indonesia. Sedangkan 1 Desember 1961 adalah sebuah pengkhianatan Belanda kepada kami orang Papua Melanesia.

Bagaimanapun, 25 tahun lebih adalah bukan waktu yang pendek oleh sang Doktor Papua Merdeka untuk mempersiapkan fondasi kebangsaan bahwa Orang Papua Melanesia BUKAN orang Belanda dan Indonesia. Melainkan - Identitàs kebangsaan orang Papua adalah jati diri Melanesia, maka puluhan tahun itu almarhum mempersiapkan konsep kebangsaan yang tercermin dalam warna Hitam, Putih, Merah dan Hijau terpartri salib iman orang Papua Melanesia di tanah Hijau yang diberkati. (Bendera identitas kebangsaan yang disebut B 14).

Akhirnya Proklamasi 14 Desember 1988 lahir menjawab semua keraguan Belanda, Indonesia dan Amerika  bahw kami orang Papua Melanesia bukan bangsa primitif tetapi sesungguhnya kami bangsa yang terdidik untuk bisa bernegara dan mengatur pemerintahan Merdeka sendiri pada suatu hari.

Pemerintah Indonesia mengetahui itu maka sangat jelas dong pu pemerintah Jakarta bikin jalan potong dan membunuh Thom Wainggai, sang Proklamator 14 Desember 1988 saat Doktor Papua Merdeka sedang menjalani 20 tahun penjara di LP. Cipinang, Jakarta.

Lukisan foto Thom Wainggai oleh Yance Wainggai (Mantan Tapol PB Resim Soeharto).

Foto cover Majalah GATRA Indonesia 1996.

Doc foto pribadi Thom Wainggai.

Label:

Sabtu, 07 Desember 2019

PUISI TRAGEDI PANIAI BERDARAH

Foto fb




Enarotali....
Lima Tahun Sudah
Hukum di hukum di tanahmu
Kebenaran membisu
Suara keadilan bersenandung pilu
Tancapan tima panas di dadamu
Pangkat mereka didada

Oh Enarotali....
Racikan kata-katamu ungkap  pelaku
Tenggelam di Danau Paniai
Pembungkaman padamkan api kebenaranmu
Di Bumii Wagadey

Enarotaliku Sayang....
Ketahuilah

Bila Langit tak terbatas
Pembungkaman tak abadi

Bila sehabis hujan ada pelangi
Kebenaran dan keadilan segera menyingsing

SAMBUTLAH FAJAR YANG MEREKAH
Enarotaliku.....
___

TRAGEDI PANIAI BERDARAH
(08 Desember 2014 - 08 Desember 2019)

Jayapura,05 Desember 2018
|| Tegey

#westpapuaquotes
#westpapua #5tahun #paniaiberdarah #paniai #enarotali #8desember2014 #8desember2019 #pelanggaranham #pelanggaranhamberat #kebenaranmembisu #usuttuntas
#kamimelawanlupa #melawanlupa

Label:

Jokowi telah gagal menuntaskan Pelangaran ham berat PANIAI BERDARA

Foto pelajar yang di temabk



SUARA MAMBRUKPaniai Tanggal 8 Desember 2019, genap lima tahun tragedi penembakan terhadap empat pelajar di lapangan Karel Gobai Enarotali, Kabupaten Paniai. Janji Presiden Joko Widodo akan mengusut tuntas kasus yang terkenal dengan sebutan “Paniai Berdarah”, belum juga ditepati hinggah hari ini

Paniai (8 desember 2014) hinggah tni porli ( 8 desember 2019)
Dibawa kekuasaan Pemerintah Jokowi telah menembak dan Menewaskan 4 siswa SMP SMA di enarotali paniai.

Kado natal pertama pemerintahan jokowi kepada rakyat papua yang belum tuntas hingga kini 08 desember 2019



Keluarga Korban Tolak Kompensasi
Tidak diproses, keluarga korban kasus Paniai Berdarah justru ditawarkan uang oleh pemerintah. Nominalnya amat menggiurkan: Empat Miliar Rupiah.
Tawaran tersebut ditolak keluarga korban.
Obet Gobai saat jumpa pers di kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta, Jumat kemarin, mengaku tawaran uang itu sebagai kompensasi atas tewasnya empat pelajar di Enarotali.
Ia bersama tiga keluarga korban menolak tawaran tersebut. Alasannya, mereka mau pemerintah harus mengungkap para pelaku penembakan.
“Saya menolak uang empat miliar (dari pemerintah). Bantuan apapun saya tolak. Pak Jokowi, Kapolri, Panglima, keadilan harus ada karena kalian tembak mati anak kami yang mau sekolah untuk menjadi tuan di atas tanah airnya sendiri,” tuturnya didampingi aktivis HAM Papua, Yones Douw.
Alasan Obet tak menerima dana kompensasi, nyawa putranya, Apius Gobai, tak bisa dibeli dengan uang.
“Kami tidak mau terima uang karena anak kami bukan barang. Manusia tidak bisa dibeli dengan uang.”
Menurut Obet, tujuan dia ke Jakarta adalah menagih janji Presiden Jokowi yang mengatakan akan mengusut pelaku penembakan empat tahun silam.
Kalau kemudian pemerintah tidak mampu tuntaskan kasus Paniai Berdarah, keluarga korban minta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) segera ambil alih untuk proses penyelesaiannya.
Menegaskan pernyataan Obet, peneliti Amnesty International Indonesia untuk Papua, Papang Hidayat, mengatakan, dalam sebuah kasus, uang kompensasi yang diberikan dianggap substitusi atau pengganti dari proses pengadilan. Artinya, keluarga korban tidak lagi menuntut jika sudah terima kompensasi.
“Kompensasi yang berusaha diberikan kepada keluarga korban itu dianggap sebagai substitusi pengganti dari pengadilan. Jadi kalau dia terima, dianggap sudah tidak boleh ngomong lagi,” tuturnya, dikutip dari kompas.com.
Belakangan korban meninggal duniai bertambah menyusul meninggalnya Yulianus Yeimo pada April 2018. Yulianus Yeimo adalah pemuda di kampung Ipakiye, korban penganiayaan oleh oknum aparat keamanan pada tanggal 7 Desember 2014 malam, beberapa jam sebelum terjadi tragedi berdarah di Lapangan Karel Gobai Enarotali.
Yulianus Yeimo, menurut keterangan tertulis yang dirilis Amnesty International, mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan dan kiri, serta luka robek di ibu jari kaki kiri. Luka tersebut akibat pukulan popor senjata api laras panjang.


Nonton juga:






Admin: Mambruk



Label:

Alasan Mendukung Self Determination Bangsa West Papua

Foto,fb


Oleh : Riko Tude


SUARA MAMBRUK - Pada tanggal 1 Desember 1961, bangsa rakyat West Papua melalui keyakinan yang teguh mendeklarasikan kemerdekaannya, lebih lanjut dikenal dengan "Manifesto Politik Papua Barat". Dalam manifesto tersebut sudah muncul embrio dasar-dasar negara West Papua, yaitu bendera Bintang Kejora sebagai bendera negara, lagu Hai Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan, burung Mambruk sebagai lambang negara. Namun deklarasi tersebut rupanya tidak diindahkan oleh pemerintah Indonesia, karena menganggap bahwa negara West Papua merupakan negara boneka bentukan Belanda.

Kemudian pada 19 Desember 1961, di ulun-alun utara kota Yogyakarta, pemerintah Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Soekarno mengeluarkan "Dekrit Perang" TRIKORA. Tindak lanjutnya pada tanggal 2 Januari 1962, melalui Keputusan Presiden Nomor 1/1962, Soekarno membentuk Komando Mandala dengan agenda merebut Papua Barat yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto. Bagi rakyat bangsa West Papua, operasi militer ini adalah upaya dari negara Indonesia menganeksasi bangsa West Papua.

Pada 15 Agustus 1962, secara sepihak, Belanda dan Indonesia menandatangani New York Agreement bersama Amerika Serikat (AS) sebagai pihak mediator, tanpa melibatkan rakyat West Papua. Padahal dalam perjanjian tersebut mengatur masa depan rakyat West Papua yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, di antaranya adalah mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek hukum Internasional yang diatur dalam Resolusi 1514 PBB, yaitu prinsip "One Man One Vote" (satu orang satu suara) dan "Act of Free Choice" (tindakan pilihan bebas); dibentuk Badan Pemerintahan Sementara di wilayah konflik West Papua oleh PBB yakni United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA); serta mengatur transfer administrasi dari UNTEA kepada Indonesia.

Pada 14 Juli-2 Agustus 1969, penentuan nasib sendiri (self determination) rakyat West Papua diselenggarakan. Kita mengenalnya dengan sebutan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). PEPERA sendiri dilakukan secara tidak demokratis, karena hanya 1026 orang yang dipilih yang sebelumnya sudah dikarantina dalam pengawasan tekanan militer untuk terlibat dalam pemungutan suara. Sedangkan jumlah penduduk West Papua waktu itu kurang lebih 800 ribu jiwa, atau kurang dari 0,2% dari populasi rakyat Papua, yang di-setting memilih setuju Papua Barat diintegrasikan ke dalam NKRI. Hal ini jelas jauh dari prinsip "Act of Free Choice", sehingga beberapa kalangan menyebut "Act of No Choice" sebagai bentuk kritik terhadap proses dan hasil PEPERA 1969. Dua tahun sebelumnya, tepatnya 7 April 1967, pemerintah Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Soeharto telah melakukan pengklaiman wilayah West Papua sebelum PEPERA dilakukan, ditandai ketika Soeharto melakukan penandatanganan kontrak karya bersama Freeport (perusahaan asal AS). Artinya pemerintah Indonesia melaksanakan PEPERA halnya sebuah tindakan formalitas, tanpa menyentuh aspek subtansial dalam hal penentuan nasib sendiri yang sesuai dengan praktek-praktek internasional. Dengan kata lain PEPERA dapat dikatakan TIDAK SAH.

Sudah setengah abad lebih (58 tahun) bangsa West Papua menjadi bagian dari NKRI yang merdeka, namun rakyat West Papua sungguh tak mendapatkan kemerdekaan sejati selama terintegrasi. Sebaliknya pelanggaran HAM, penculikan, pembunuhan, dan kriminalisasi aktivis/tokoh, perampasan tanah adat, pengerukan SDA, kerusakan hutan, rasisme, serta pembungkaman ruang demokrasi menjadi makanan sehari-hari yang harus—terpaksa—ditelan oleh rakyat bangsa West Papua.

Kasus terbaru, (1) Operasi Militer sejak Desember 2018 di Nduga membuat ribuan penduduk Nduga terpaksa harus mengungsi ke hutan-hutan atau ke daerah kabupaten tetangga. Akibatnya ada yang meninggal di hutan, ada seorang ibu hamil yang melahirkan saat pelarian di hutan, dan banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah. Menurut data dari Relawan Pengungsi Nduga di Wamena yang terdiri dari beberapa LMS dan Gereja, menyebutkan setidaknya ada 182 orang korban jiwa sejak operasi militer dilakukan pada Desember tahun lalu. (2) Pengepungan asrama mahasiswa Papua disertai ujaran rasisme di Surabaya pada pertengahan bulan Agustus lalu. Sampai sekarang pelaku ujaran rasisme tersebut tak pernah diadili oleh negara. (3) Sebaliknya, negara justru melakukan penangkapan dan kriminalisasi terhadap aktivis Papua, beberapa diantaranya dikenai dengan pasal Makar, termasuk Surya Anta—orang Indonesia pertama yang dijerat pasal makar karena mendukung penentuan nasib sendiri bangsa West Papua.

Sebagai orang Indonesia, saya mengutip apa yang pernah diucapkan rekan saya, Surya Anta, ketika melakukan konferensi pers deklarasi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (2016): "Adalah kemunafikan apabila kita atau pemerintah Indonesia bisa mendukung pembebasan Palestina tapi diam dan membiarkan penjajahan yang terjadi dalam bingkai teritori Indonesia. Oleh karena itu, tak ada lagi alasan menganggap West Papua sebagai bagian Indonesia baik dalam hukum internasional maupun secara politik."

Dukungan terhadap bangsa West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri adalah bagian tidak terpisahkan, sekali lagi, BAGIAN TIDAK TERPISAHKAN dari proses perjuangan demokratisasi di Indonesia. Tanpa demokrasi yang dibuka seluas-luasnya, negeri ini diambang pada kekuasaan yang otoriter. Selain itu dukungan kita terhadap bangsa West Papua merupakan bagian dari upaya pelurusan sejarah, sebagaimana manusia mestinya memahami sejarahnya, termasuk juga rakyat bangsa West Papua.

Foto: 1 Desember 2017, aksi peringatan deklarasi kemerdekaan bangsa West Papua di Jakarta.

#FreeWestPapua
#friwp

Label:

Penyiksaan terhadap warga di fakfak dan beberapa daerah saat 1 Desember



Suara Mambruk - Puluhan lebih Warga desa Pik-Pik distrik Karmamongga, kabupaten Fak-Fak Papua Barat yang dilucuti dan siksa oleh TNI-POLRI pada 1 desember 2019.

Tindakan penyiksaan ini juga bukan baru kali ini saja di lakukan oleh tni porli tetapi berkali kali, perlakuan tersebut di lakukan terus menerus kepada rakyat papua

Puluhan orang ditahan, ditelanjangi, dijemur, dan disiksa karena memperingati hari Kemerdekaan West Papua, 1 Desember.

Kejadian foto ini diambil di Fakfak, Provinsi Papua Barat. Namun kejadian semacam ini tidak hanya terjadi di Fakfak.  Ratusan orang sudah ditahan karena peringatan ini dan karena mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Di Abepura, Provinsi Papua, aparat keamanan masuk ke dalam gereja karena melihat ada beberapa mahasiswa membawa bendera Bintang Kejora di dalam misa.


Adapun kesalahan kesalahan perlakuan aparat dengan alasan menjaga keamanan dalam menjaga kenyamanan

photo ini sudah menunjukan adanya perbudakan, Rasisme dan anti Kemanusian didalam pemerintahan Indonesia (kolonialisme) diatas Tanah Papua.


Admin: Mambruk

Label: