LOGO KNPB
Suara Mambruk - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) didirikan pada tanggal 19 November 2008, di Aula STT. Walter Post, Sentani, West Papua, oleh berbagai organisasi perlawanan dan aktivis-aktivis Mahasiswa dan masyarakat. Pada pembentukan ini, Buchtar Tabuni dan Victor F. Yeimo yang sebelumnya memimpin aksi mendukung peluncuran IPWP di London, 15 Oktober 2008, dipilih menjadi Ketua Umum dan Ketua 1 KNPB.
Pembentukan KNPB dilaksanakan di tengah eksodus Mahasiswa Papua dari Manado dan Jawa-Bali, yang kembali ke West Papua, bergabung dengan aktivis mahasiswa, dan masyarakat di Jayapura, menduduki lapangan Makam Alm. Theys H. Eluay di Sentani, di mana dari sini, mereka menyeruhkan “Papua Zona Darurat”.
Pada tanggal 1 Desember 2008, Buchtar Tabuni di tangkap Polda Papua. Begitu juga aktivis Sebby Sambom. Sementara, Victor F. Yeimo mengambil alih kerja harian dibantu Elly Sirwa, Musa Mako Tabuni, Hubertus Mabel, Erik Logo, Warius Warpo Wetipo, Esyik Wea, Ones Suhuniap, Albert Wanimbo, Jefry Tabuni, Benyamin Gurik, Kantius Hisage, Fanny Kogoya, Fero Hubi, Yusak Bazoka Logo, Patris Wenda, Lamber Siep, dll.
Setelah Tenda Zona Darurat di Lapangan Makam Theys dihancurkan oleh TNI dan Polri, KNPB pindah ke samping kediaman pendopo Theys H. Eluay. Mereka melebarkan jaringan KNPB ke Wilayah-wilayah. Kekuatan semakin bertambah setelah eksodus Mahasiswa se-Jawa dan Bali dipimpin Victor Kogoya, Mecky Yeimo, Ogram Kobabe Wanimbo, Zadrak Kudiay, Danny Wenda, Serafin Diaz, dll meninggalkan Kampus dan kembali ke tanah air melalui Komite Aksi Nasional Rakyat Papua Barat (KANRPB).
Sementara, Free West Papua Campaign (FWPC), di bawah pimpinan Benny Wenda menjalankan kompanye dan lobby politik di luar negeri, terutama di Eropa dan Afrika. Benny Wenda bersama dukungan KNPB dalam negeri menginisiasi pembentukan International Lawyers for West Papua (ILWP). Rakyat West Papua menyambut dengan aksi besar-besaran. Sehari sebelumnya, Musa Mako Tabuni, Serafin Diaz asal Timor Leste ditangkap Polda Papua di Pelabuhan Jayapura. Sementara Yance Mote di Waena.
Sementara di hari peluncuran ILWP, penembakan terhadap masa aksi damai di Nabire oleh Polisi menewaskan 5 orang. Di Expo Waena, Jayapura, aksi berlangsung dalam kepungan TNI dan Polri. Rakyat West Papua menolak Pemilu 19 April 2009. Sementara itu, beberapa aktivis KNPB ditembak mati Polisi seperti Erick Logo. Kemudian penembakan terhadap Yance Yogobi, Dino Uaga, Andy Gobay, Jhoni Hisage dilumpuhkan dengan timah panas dan dipenjara. Sementara Victor Yeimo menjadi buronan alias DPO oleh Polda Papua.
KNPB kembali mengadakan Musyawah Besar di salah satu tempat di kota Jayapura dan membentuk struktur dan mekanisme KNPB yang lebih lengkap, sambil menetapkan program-program maksimum dan minimum. Victor Yeimo kemudian ditangkap pada 28 Oktober 2009.
KNPB tidak mengalami kekosongan energi perlawanan. Kerja-kerja harian diambil alih oleh Esyik Wea, Danny Wenda, Hubertus Mabel, Ogram Wanimbo, Warius Wetipo, Fero Hubby, Victor Kogoya, Fanny Kogoya, Mecky Yeimo, dll. Setelah Mako Tabuni dan Diaz dibebaskan dari penjara, mereka bergabung kekuatan dan kemudian mengambil alih gerakan sipil kembali. Memimpin demonstrasi damai KNPB di kota Jayapura.
Sementara Victor Yeimo dan Buchtar Tabuni mendekam di balik terail besi sambil berkoordinasi keluar. Sementara itu, dukungan internasional semakin besar dengan terus bergabungnya parlemen-parlemen dan pengacara-pengacara dari seluruh dunia dalam IPWP dan ILWP. KNPB telah berturut-turut memberikan dukungan pada setiap kegiatannya.
Kongres I KNPB
Pada tanggal 19-22 November 2010, dilaksanakan Kongres I KNPB di Kampung Harapan, Sentani. Seluruh pengurus dan anggota wilayah ikut hadir. Dalam kongres I ini, KNPB memilih kepengurusan baru dan melahirkan resolusi politik dan organisasi. Buchtar Tabuni terpilih kembali menjadi Ketua Umum KNPB. Sementara Musa Mako Tabuni menjadi Ketua 1 KNPB. Jabatan Sekretaris dipegang oleh Agustinus Trapen dan Danny Wenda sebagai Sekretaris I. Juru Bicara Nasional, Jefry Tabuni dan Victor F. Yeimo sebagai juru bicara internasional. KNPB juga memilih Kepala-Kepala Komisariat dan bidang-bidang.
Berikut beberapa resolusi yang dikeluarkan KNPB: 1) Segera menyelesaikan Status Politik West Papua melalui referendum sebagai solusi damai, demokratis dan final; 2) Segera memperkuat internal perjuangan bangsa Papua melalui pembenahan dan penyatuan pertahanan militer, perjuangan sipil dan persatuan diplomat internasional; 3) Mendesak pertahanan militer West Papua untuk bersatu agar mendorong agenda referendum bagi bangsa Papua; 4) Mendesak seluruh elemen perjuangan untuk segera mendorong pembentukan Dewan Nasional sebagai simbul persatuan nasional menuju referendum sebagai resolusi penyelesaian masalah West Papua; 5) Segera menghentikan perdebatan dan konflik internal antara para diplomat internasional dan bersatu dalam kerja-kerja kampanye dan diplomasi demi mendorong proses penyelesaian melalui jalur hukum dan politik.
Setelah kongres selesai dilaksanakan, KNPB fokus pada programprogram organisasi yakni pembentukan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) hingga puncaknya terbentuk Parlemen Nasional West Papua (PNWP) sebagai alat demokratis yang merepresentasi kepentingan politik bangsa Papua. Di sini, Buchtar Tabuni yang baru keluar dari Penjara didaulat sebagai Ketua PNWP. Sementara KNPB menyepakati digelarnya Kon gres Luar Biasa untuk memilih kepemimpinan KNPB. Memasuki Pertengahan tahun 2011, program program politik dengan tuntutan referendum terus digalang di seluruh wilayah West Papua di bawah komando Mako Tabuni. Sementara di luar negeri, Konferensi ILWP digelar oleh Benny Wenda, di mana Juru Bicara Internasional KNPB, Victor F. Yeimo ikut memberikan pidato di London. Setahun kemudian, Buchtar Tabuni dan Jefry Wandikbo ditangkap dan dipenjarakan oleh Polda Papua.
Pada 14 Juli 2012, Mako Tabuni ditembak mati oleh Densus 88, Polda Papua di Lingkaran Perumnas 3 Waena. Sementara itu, Komisariat Militan, di bawa komando Hubertus Mabel dibantu Sebby Sambom melakukan koordinasi di setiap pertahanan militer Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat, hingga mendorong Kongres TPN-PB di Biak, di mana Goliat Tabuni didaulat sebagai Panglima Komando Tertinggi TPN-PB. Dalam perjalanan koordinasi militer di Lanny Jaya, Hubertus Mabel yang sementara berada di Kurulu, Kampung halamannya, ditembak mati oleh anggota Polres Jayawijaya. Sementara Sebby Sambon dan lain-lainnya menjadi DPO hingga saat ini.
Kongres Luar Biasa (KLB)
Seperti yang direcanakan sebelumnya, Kongres Luar Biasa berlangsung di Timika, dengan dipanitiai oleh Steven Itlay. Dihadiri oleh pengurus dan anggota Wilayah, KLB memilih Victor F. Yeimo sebagai Ketua Umum KNPB, dan Agus Kossay yang sebelumnya menjabat Ketua KNPB Wilayah Sentani, sebagai Ketua 1 KNPB. Sementara, Ones Suhuniap dan Mecky Yeimo diangkat menjadi Sekretaris Umum dan Sekretaris 1.
Pembenahan pengurus dan program dilakukan di Kali Biru, Sentani. Pergantian posisi di berbagai bidang terjadi akibat beberapa pengurus menjadi DPO, seperti Danny Wenda, Agustinus Trapen, Diaz Serafin. Mono Hisage terpilih menjadi kepala Militan menggantikan Hubertus Mabel yang telah ditembak polisi. Sementara, Yusak Logo alias Bazoka Logo dipilih menjadi Juru Bicara Nasional KNPB. Warius Wetipo dan Ogram Kobabe Wanimbo mengambil alih Komisariat Diplomasi.
Kepengurusan ini melanjutkan hasil Kongres I KNPB. Program politik dan organisasi terus dijalankan. Program penyatuan diplomasi internasional mulai digalang dengan mengaktifkan komunikasi lintas gerakan perlawanan di dalam negeri. Sementara penguaatan internal organisai dan perlawanan politik terus dilanjutkan sekali pun penguasa kolonial Indonesia merepresi, menangkap dan membunuh aktivis KNPB. Pada pertengahan 2013, Victor F. Yeimo ditangkap Polda Papua saat memimpin demo damai. Kerja-kerja harian diambil alih oleh Agus Kossay bersama pengurus yang lainnya.
Sementara itu, aksi-aksi politik terus dilancarkan dari wilayah, seperti di Timika di bawa komando Steven Itlay, di Wamena di bawah komando Simeon Dabi, di Yahukimo di bawa Komando Erinus Pahabol dan Aminus Balingga, di Manokwari di bawah komando Alexander Nekenem, di Sorong di bawa komando Martinus Yohame yang kemudian diculik dan dibunuh oleh pasukan pengamanan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20-25 Agustus 2014. Kemudian di Nabire di bawa komando Zadrak Kudiay, di Merauke Gento dan Ibu Pangkrasia Yeem, di Biak oleh Yulianus Mandowen dan Apolos Sroyer. Begitu juga di Kaimana dan Pak-Pak. Buchtar Tabuni, ketua PNWP yang baru keluar dari penjara memimpin aksi-aksi damai dan kemudian menjadi DPO Polda Papua hingga saat ini.
Lahirnya ULMWP
Sesuai dengan mandat Kongres I KNPB, aktivis KNPB mulai berkoordinasi aktif dengan berbagai elemen gerakan perlawanan. KNPB mendorong dibentuknya Tim rekonsiliasi bersama antar organisasi perlawanan yang dikoordinir Sem Awom, Simeon Alua, Mecky Yeimo, Warpo Wetipo, Markus Haluk, Kristian Douw, dll. Mereka mengaktifkan pertemuan lintas organisasi. Berdiskusi hingga ke dalam penjara Abepura di mana saat itu Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo, Filep Karma, Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi berada di penjara.
Di Aula milik Narapida, Lembaga Abepura, bersama Tim Rekonsiliasi menyepakati usul Victor F. Yeimo bahwa persatuan harus didorong antara tiga faksi besar, yakni PNWP, NRFPB dan WPNCL, sebab organisasi yang lain sudah berafiliasi secara langsung di dalamnya. Kemudian, pertemuanpertemuan rekonsiliasi dilaksanakan dan diwacanakan di antara tiga faksi besar itu.
Sementara itu, WPNCL yang berjuang menjadi anggota penuh di MSG tahun 2013 di Noumea dianjurkan untuk berunifikasi dengan organisasi lain. Kebutuhan persatuan antara pemimpin di luar negeri dan dalam negeri semakin mengerucut hingga terjadi pertemuan dan persatuan tiga faksi besar di Port Villa, Vanuatu, tanggal 6 Desember 2014 melalui deklarasi Saralana, di mana Buchtar Tabuni ikut menandatanganinya.
KNPB setelah ULMWP
KNPB menyambut penyatuan tiga faksi besar dalam sebuah wadah koordinasi bersama, yakni ULMWP. Sebagaimana isi “deklarasi saralana”, ULMWP mendorong upaya internasional dalam mewujudkan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua. KNPB memandang keterlibatan PNWP dan Benny Wenda sebagai penguatan perjuangan bangsa dalam mewujudkan hasil Kongres I KNPB.
KNPB tetap memposisikan organisasi dan aktivisnya sebagai media bagi gerakan perlawanan di dalam negeri, West Papua. Sebab, KNPB berpandangan bahwa, basis perlawanan utama ada di dalam negeri, di mana rakyat West Papua harus bersatu dalam gerakan perlawanan guna mendorong proses politik dari perjuangan West Papua. Bersatunya para pemimpin dan diplomat di internasional merupakan kemenangan program kongres I KNPB, sehingga apa pun, di mana pun dan kapan pun, KNPB akan mendorong ULMWP.
Ketua Umum KNPB, Victor F. Yeimo adalah salah satu dari tiga tim kerja ULMWP yakni Sem Awom dan Markus Haluk yang bergerak di dalam negeri membantu mengkoordinasi antara tiga faksi utama selaku Dewan Komite dan 5 anggota Eksekutif ULMWP di Luar Negeri. Sementara, PNWP adalah alat demokratis rakyat West Papua yang harus dikawal dan diperkuat demi melahirkan bangsa (nation state).
KNPB tidak memandang PNWP sebagai sebuah faksi, karena ia hanyalah alat politik yang demokratis di mana setiap faksi dari berbagai akar ideologi dapat memperjuangkan posisi politik dan pandangannya dalam PNWP.
Ideologi KNPB
Sesuai prinsip-prinsip dasar perjuangan KNPB, perjuangan pembebasan nasional West Papua diperjuangkan dengan nilai-nilai sosialis yang melekat dalam kehidupan budaya bangsa Papua, yakni kolektivisme (kebersamaan) dalam berdemokrasi, berjiwa patriotis dan berkarakter militant dalam perjuangan, berasaskan kebenaran dan kemanusiaan sebagai sumber kasih yakni kesetaraan (egaliter).
Ideologi KNPB dibentuk oleh nilai -nilai kepercayaan agama dan budaya bangsa Papua-Melanesia, dengan terus menerima dan membentuk aktivis dan gerakan perlawanan KNPB dengan memperlengkapi sosialis modern yang menjadi senjata perlawanan rakyat tertindas melawan kolonialisme/neo-kolonialisme dan kapitalisme-imperialisme yang telah dan sedang menghancurkan bangsa Papua saat ini.
KNPB mendasarkan massa rakyat West Papua sebagai subjek perjuangan pembebasan nasional West Papua. Sebab rakyatlah pejuang utama dalam revolusi menuju masyarakat sosialis Papua. Masyarakat sosialis adalah sebuah masyarakat di mana bangsanya tidak lagi terbentuk kelas-kelas politik dan ekonomi sebagai sumber penindasan manusia atas manusia lain. KNPB memperjuangkan kehidupan berbangsa yang seperti itu dengan jalan mengusir kolonialisme Indonesia yang sedang menjadi sumber penindasan di West Papua saat ini.
KNPB Saat Ini
7 tahun lamanya KNPB melawan dan tidak mundur sejengkal pun. Intimidasi, terror, penggrebekan, penangkapan,pemenjaraan, hingga pembunuhan sudah dialami KNPB. Kini KNPB telah dewasa dalam melawan. Indonesia telah berhasil mengajar KNPB untuk melawan. Melawan dengan cara damai dan bermartabat adalah ciri khas KNPB.
KNPB tidak pernah menjanjikan kemerdekaan, tetapi KNPB menunjukan jalan menuju kemerdekaan dan cara berjuang menuju kemerdekaan. KNPB sedang mendidik rakyat bahwa Papua Merdeka tidak akan datang dari luar, tetapi oleh rakyat West Papua itu sendiri. KNPB saat ini tidak butuh pujian dan kehormatan. Sebab, KNPB menyadari bahwa akan lebih terhormat menderita dan mati dalam perlawanan melawan kolonialisme dan kapitalisme global, sebab mundur adalah penghianatan. Seperti Lance Armstrong katakan: “Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya”.
KNPB saat ini dikendalian oleh orang-oran putus kuliah, sarjanawan, dan anak anak jalanan yang kaya akan nurani dan bermental lawan. Sebab, bagi KNPB, jalan-jalan demonstran dan penjara adalah sekolah perjuangan. KNPB melihat penderitaan dengan mata hati nurani dan mempelajari realitas penderitaan bangsa Papua di arena perlawanan. KNPB tidak menolak Pelajar dan Mahasiswa menimba ilmu, tetapi KNPB mengajak kepintaran anak negeri West Papua tidak digunakan (dieksploitasi) oleh dan untuk kolonialisme Indonesia dan kapitalisme.
Sumber:
Admin: KNPBNews
Label: ORGANISASI, SEJARAH WEST PAPUA